Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2019

Rapor Merah Hizbut Tahrir

Gambar
Khilafah, sebuah sistem Negara berdasarkan syariat Islam yang kini kerap digaungkan oleh kelompok-kelompok ekstrimis kanan dengan dalih Jihad. Salah satu diantara sekian banyak kelompok tersebut bernama Hizbut Tahrir. Ia didirikan oleh Taqiyuddin al-Nabhani tahun 1953 setelah kecewa dengan Ikhwanul Muslimin karena ikut andil dalam melakukan kudeta hingga berhasil mengantarkan Gamal Abdel Nasser berkuasa. An-Nabhani curiga bahwa Ikhwanul Muslimin tidak serius dalam memperjuangkan Syariat Islam, akhirnya Ia merintis sebuah gerakan yang bernama Hizbut Tahrir atau Partai Pembebasan. Sesuai namanya, maksud dari dibentuknya partai ini untuk membebaskan Negara Palestina dan Yordania dari dinasti Hashemite. Ia juga ingin membebaskan seluruh Negara dan membentuknya kembali di bawah system tunggal Khilafah Islamiyah. Sayangnya seruan Khilafah yang digaugkannya tersebut masih bersifat absurb, konyol. Bagaimana tidak, mereka mengutamakan akal di atas Al-Qur’an dan Sunnah, memperbolehk

Tidak Perlu Ada Ketaatan Istri Kepada Suami Teroris

Gambar
Setelah terlaksananya akad nikah, sepasang suami isteri akan hidup bersama dalam sebuah rumah tangga. Ibarat bahtera, mereka berdua akan mengarungi lautan kehidupan kehidupan untuk mencapai pulau yang menjadi tujuan bersama. Mereka akan bekerjasama, bahu membahu, melaksanakan segala tugas kehidupan dan mengatasi segala rintangan untuk mencapai keluarga bahagia. Supaya kerjasama dapat berlangsung dengan baik haruslah ada salah seorang di antara mereka berdua yang memegang kemudi. Persoalannya sekarang adalah, siapa yang memegang kemudi itu, suami atau isteri? Para ulama umumnya, baik fuqaha’ maupun mufasir berpendapat bahwa suamilah yang bertindak menjadi pemimpin. Allah Ta’ala telah berfirman; الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ ۚ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِ

Jangan Mengaku Ahlu Sunnah Jika Belum Memenuhi Empat Kriteria Ini

Gambar
Sebenarnya tantangan terbesar yang sedang dihadapi umat Islam saat ini tidak hanya ancaman dari luar, tetapi yang lebih berbahaya perpecahan dalam internal tubuh Islam. Lihatlah fenomena saat ini, umat diuji dengan kebiasaan saling fitnah, saling menuduh, saling sesat-menyesatkan dan parahnya saling kafir-mengkafirkan satu sama lainnya. Apa sebabnya? Sebagian menyatakan memiliki kebenaran yang sesuai ajaran dari Nabi, sementara golongan lain disalahkan hanya disebabkan mengikuti pendapat ulama’ saja, tidak merujuk langsung kepada Al-Qur’an dan Hadits atau dianggap liberal. Menyikapi perbedaan ini, umat Islam seharusnya berusaha untuk tidak selalu mencari ketegangan, tetapi justru mencari titik persamaan. Bukan semakin meruncingkan permusuhan, tetapi berusaha merekatkan persatuan dan persaudaraan. Jika diteliti secara mendalam, orang yang mengaku mengikuti Al-Qur’an dan Hadits juga pasti mengikuti manhaj dan pendapat ulama’ dalam berbagai bidang seperti ilmu Al-Qur’an, ilmu Qir

Akhlakul Karimah sebagai Paradigma dalam Berislam

Gambar
Sebagian kita masih berpikir bahwa akhlak hanyalah pelengkap dari agama. Terpenting adalah ibadah. Akhlak sesungguh ruh dan inti beragama. Ibadah merupakan latihan dan penampakan luar untuk membentuk orang memiliki akhlak. Akhlak adalah sesuatu yang inheren dalam agama, keimanan, ajaran agama, dan ibadah. Nabi ketika menyandingkan keimanan selalu berbicara tentang akhlak kepada sesama seperti tetangga, tamu, dan saudara. Bahkan perilaku sosial menjadi pra syarat kesempurnaan iman. Begitu pula dengan ibadah. Dimensi ibadah adalah membina akhlak agar menjauhi perkara yang buruk dan munkar. Puasa misalnya disebutkan Nabi sebagai perisai umat manusia dari pikiran, perkataan dan tindakan yang jelek dan buruk. Hukum Islam pun diajarkan dan ditegakkan untuk membina akhlak. Pentingnya posisi akhlak sehingga Nabi menegaskan Artinya: “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan keshalihan akhlak.” (HR. Al-Baihaqi). Apa makna dari penegasan ini? Ketika Nabi menegas

NKRI Menolak Radikalisme, Titik!

Gambar
Melawan kelompok radikal di era sekarang merupakan sebuah pekerjaan yang amat mulia. Betapa tidak. Radikalisme, selain menyalahkan agama, mereka juga kerap mengancam keamanan dan ketentraman suatu bangsa atau tatanan sosial. Meminjam pandangan Suaib Tahir, dkk dalam sebuah karya penelitian berjudul ( ISIS Bukan Islam, Cet ke-2 : 2016), menegaskan bahwa, “dalam Islam orang kafir pun tidak bisa diperangi selama meraka tidak memerangi Islam. Islam hanya mengizinkan memerangi kaum kafir jika mereka memerangi umat Islam”. Artinya, Islam hadir mempunyai misi tranformatif terhadap simbol-simbol keagamaan yang bersifat inklusif. Idealnya, agama Islam mendambakan umatnya untuk membangun persaudaraan yang penuh cinta kasih sayang antar sesama umat manusia (ukhwah Insaniyah). Hidup tidak hanya sekedar berislam, tetapi kita perlu mengamalkannya. Menjaga Keutuhn NKRI Dan Indonesia negara memiliki keistimewaan terhadap masa depan bangsa dan negara. Yakni, nilai kemajemukan sebagai salah

Hijrah Milenial, Jangan Lupakan Spirit Kebangsaan

Gambar
Kaum milenial sangat akrab dengan istilah hijrah. Fenomena religiusitas simbolik. Tetapi sayangnya, ada yang terlupakan dalam proses hijrah mereka. Yaitu absennya spirit kebangsaan. Hal ini menjadi PR bagi para pendukung gerakan hijrah. Komunitas yang menggunakan slogan  hijrah  terus tumbuh. Belum jelas bagaimana slogan hijrah kemudian menjadi populer dan membentuk identitas komunal yang khas. Tetapi, yang perlu dipahami, komunitaz hijrah tumbuh mengikuti trand sosial anak muda. Tidak ada afiliasi tunggal, misalnya kepada kelompok sectarian tertentu. Beberapa komunitas hijrah yang terkenal misalnya digawangi Hanan Attaki di Bandung, Pengajian Selebritis Musawarah di Tangerang Selatan, dan Hijrahfest di Jakarta. Mereka memadukan semangat  religiusitas  dan komodifikasi simbol agama melalui jejaring sosial media. Patut diduga, popularitas hijrah merupakan dampak penggunaan algoritma yang dikembangkan berbagai platform sosial media. Sistem teknologi informasi internet, google d

Pancasila Tidak Boleh Diganti

Gambar
Harakatuna.com . Jakarta-Ketua Bidang Pendidikan dan Pelatihan PP Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi) Faozan Amar menegaskan semua komponen bangsa jangan berfikir dan bercita-cita untuk menggantikan ideologi Pancasila dengan khilafah. Sebab, para pendiri bangsa ini, yang mewakili berbagai macam suku, agama ras dan golongan, telah sepakat untuk menjadikan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara. “Ketika Pancasila sudah menjadi konsensus bersama, maka mari kita bersama-sama sebagai warga bangsa untuk mengisi negara Pancasila ini dengan dengan kerja dan karya nyata untuk kemakmuran bangsa,” ujar Faozan kepada Gesuri, baru-baru ini. Faozan melanjutkan, menggantikan ideologi Pancasila dengan khilafah tidak hanya akan melanggar kesepakatan, tapi juga akan merusak tatanan yang ada serta ahistoris. Apalagi Pancasila merupakan ijtihad para ulama yang merupakan pendiri bangsa, seperti Ki Bagus Hadikusumo, Wachid Hasyim, Agus Salim, dan lain-lain. “Jadi mari kita hargai jasa par

Mengurai Perdebatan Khilafah dalam Perspektif Ushul Fikih

Gambar
Ide pemberlakuan ‘syariat Islam’ melalui sistem khilafah masih digelorakan oleh para ‘pemujanya’. Dalil Al Quran dan Hadis tentu saja menjadi ‘andalan’ agar ide itu tampak sangat meyakinkan. Tidak cukup dengan makna tekstual (eksplisit), mereka juga berusaha ‘bermain’ dengan makna implisit kedua sumber ajaran Islam itu. Sebagian orang Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menyebutkan makna implisit bisa diterapkan ke dalam konteks ‘khalifah’ dan ‘khilafah’. Mereka menegaskan, “tidak saja berkonotasi menerapkan hukum [sebagaimana yang dinyatakan oleh teks,  Fahkum  dan  Wa Anihkum ], tetapi juga berkonotasi adanya lembaga pemerintahan [ hukûmah ], yang digunakan untuk menerapkan hukum tersebut. Dalam ilmu Ushul, ini disebut  Dalâlah al-Iqtidhâ’  [Lihat, al-Amidi, al-Ihkâm fî Ushûl al-Ahkâm, juz III/64-65].” Statemen tersebut merujuk pada ayat yang dia kutip (QS. al-Maidah: 48-49): فَاحْكُم بَيْنَهُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَ