Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2018
Belitung, NU Online Sekretaris Utama BNPT Marsekal Muda Asep Adang Supriyadi menegaskan, janji bertemu bidadari untuk sebuah aksi terorisme merupakan sebuah ilusi. Bidadari untuk pelaku terorisme disebutnya tidak ada di surga. "Tidak ada pembenaran apa pun dalam agama yang menjamin aksi terorisme dibalas dengan ganjaran bertemu bidadari," kata Asep Adang dalam sambutan pembukaan kegiatan Penguatan Kapasitas Penyuluh Agama dalam Menghadapi Radikalisme di Kabupaten Belitung, Bangka Belitung, Kamis (27/9). Dalam sambutannya Asep Adang sempat memutar rekaman video Dani Dwipermana, pelaku peledakan bom bunuh diri di Hotel JW Marriot beberapa tahun silam, yang menyebut aksinya akan diganjar dengan 72 bidadari. "Yang harus dicari adalah siapa yang menanamkan isme-isme bahwa terorisme diganjar surga. Bapak ibu harus membantu bahwa aksi terorisme memang diganjar bidadari, tapi tidak di surga, melainkan di neraka," tegas Asep Adang. Asep Adang juga sempat memutar be

Bila Pancasila Dilaksanakan dengan Baik, Radikalisme dan Terorisme Akan Terbendung kata Lily Wahid

Gambar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jelang hari kesaktian Pancasila 1 oktober 2018 tokoh kebangsaan Hj. Lily Chodidjah Wahidmengimbau seluruh bangsa Indonesia untuk kembali menjadikan Pancasila bukan sekadar lima sila yang tertera dalam hurup, tapi melaksanakan Pancasila sebagai sebuah falsafah hidup bangsa dalam kehidupan sehari-hari. "Kalau lima sila itu betul-betul dilaksanakan, pasti akan menjadi kekuatan hebat bagi bangsa Indonesia yang majemuk tapi bersatu,” ungkap Hj. Lily Chodidjah Wahid, Sabtu (29/9/2018). Cucu pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH Hasyim Asyari itu yakin bila Pancasiladilaksanakan dengan baik, masuknya berbagai ideologi asing seperti radikalisme dan terorisme, otomatis akan terbendung. Menurutnya, Pancasila sangat ideal dengan Indonesia. Dan itu sudah dipikirkan dengan matang oleh para founding fathers bangsa saat memutuskan Pancasila yang ada dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai ideologi dan landasan hidup bangsa, dengan mengganti tujuh kata dalam Piagam Jakarta yaitu “K

Ketua NU Jember: Agama Jangan Jadi Sumber Konflik

Gambar
Jember, NU Online Prinsipnya, semua agama punya misi suci sebagai pembawa kedamaian, yang dalam istilah Islam disebut rahmatal lilalamin. Hanya persoalannya, terkadang ekspresi keagamaan dari oknum pemeluk agama tampil eksklusif monolitik, sehingga menutup diri untuk memberi ruang terhadap kebenaran yang dibawa orang lain. Demikian diungkapkan Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Jember, Jawa Timur, KH Abdullah Syamsul Arifin saat memberikan sambutan pada Seminar Persatuan di Hotel Bandung Permai, Jember, Sabtu (29/9). Menurutnya, ekspresi keagamaan yang eksklusif itu, salah satunya disebabkan oleh adanya kesalah pahaman dalam membaca teks-teks agama hingga mengakibatkan disfungi agama sebagai perekat sosial. “Yang ada malah agama itu tampil sebagai sumber konflik yang kemudian melegitimasi kekerasan atas nama agama,” kata kiai yang juga dosen di pascasarjana IAIN Jember tersebut. "Ketika agama ditampilkan seperti itu, jelas tidak sejalan dengan misi agama saat d

Tak Ada Bidadari untuk Pelaku Terorisme

Gambar
Belitung, NU Online Sekretaris Utama BNPT Marsekal Muda Asep Adang Supriyadi menegaskan, janji bertemu bidadari untuk sebuah aksi terorisme merupakan sebuah ilusi. Bidadari untuk pelaku terorisme disebutnya tidak ada di surga. "Tidak ada pembenaran apa pun dalam agama yang menjamin aksi terorisme dibalas dengan ganjaran bertemu bidadari," kata Asep Adang dalam sambutan pembukaan kegiatan Penguatan Kapasitas Penyuluh Agama dalam Menghadapi Radikalisme di Kabupaten Belitung, Bangka Belitung, Kamis (27/9). Dalam sambutannya Asep Adang sempat memutar rekaman video Dani Dwipermana, pelaku peledakan bom bunuh diri di Hotel JW Marriot beberapa tahun silam, yang menyebut aksinya akan diganjar dengan 72 bidadari. "Yang harus dicari adalah siapa yang menanamkan isme-isme bahwa terorisme diganjar surga. Bapak ibu harus membantu bahwa aksi terorisme memang diganjar bidadari, tapi tidak di surga, melainkan di neraka," tegas Asep Adang. Asep Adang juga sempat memutar b

Untuk Hentikan Radikalisme, Lepaskan Ambisi Kekuasaan

Gambar
Abdullah, NU Online Jakarta, NU Online Menguatnya radikalisme yang berujung pada maraknya tindak kekerasan lahir dari aspirasi kekuasaan. Hal ini, menurut KH Masdar Farid Masudi, diyakini betul oleh umat Islam. "Radikalisasi yang mewujud pada tindak kekerasan itu muncul karena aspirasi kekuasaan yang sangat kental dalam kesadaran akan keyakinan umat Islam," katanya saat menjadi narasumber pada peluncuran dan diskusi buku Islam, Pancasila, dan Deradikalisasi di Universitas Paramadina, Jalan Gatot Subroto, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Rabu (26/9). Bagi Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu, cara menghentikan laju radikalisme adalah melepaskan ambisi kekuasaan. "Kalau mau melakukan deradikalisasi, dalam konteks keislaman, jawaban paling strategtis menurut saya ya lepaskan itu ambisi kenegaraan (Islam), kekuasaan," ujarnya. Sebab, lanjutnya, Islam tidak boleh diperjuangkan dengan cara-cara kekerasan. "Jangan lagi terobsesi Negara Is

Pemahaman Kebangsaan sebagai Benteng dari Radikalisme

Gambar
Jakarta, NU Online Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Suhardi Alius membekali mahasiswa baru Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada dengan sejumlah pemahaman kebangsaan. Hal ini ditujukan agar para mahasiswa UGM lebih imun terhadap virus radikalisme kekerasan yang menjalar ke semua tempat termasuk perguruan tinggi. “Dalam kondisi masyarakat yang mulai terkikir rasa persaudaraan dan persatuan, rasa cinta air harus terus diberikan kepada generasi muda. Ini penting agar mereka tidak terpengaruh infiltrasi paham-paham yang menggerus ke-Indonesia anak bangsa,” ujar Komjen Suhardi Alius saat memberikan kuliah umum di UGM, Yogyakarta, Selasa (25/9). Ia mengharapkan pemahaman kebangsaannya akan bermanfaat untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari di tengah masyarakat. Baginya generasi muda tidak hanya perlu dibekali dengan knowledge dan skill yang handal, namun juga harus memiliki nilai moral dan etika. Pada kesempatan itu, Suhardi kembali juga men

Ketertarikan "Goethe" dengan islam

Gambar
Tangerang Selatan, NU Online Berthold Damshauser menyebut Johan Wolfgang von Goethe memiliki kedekatan yang begitu akrab dengan Islam, baik secara teologis, maupun filosofis. "Goethe lebih dekat dengan Islam daripada Nasrani. Itu sebuah fakta yang tidak bisa dibantah," katanya saat mengisi diskusi buku Telah Berpilin Timur dan Barat, antologi puisi Goethe yang diterjemahkannya bersama Agus R Sarjono. Kegiatan digelar di Ruang Teater Lantai 1, Gedung Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, Senin (24/9). Lebih lanjut, Berthold menjelaskan bahwa sastrawan yang pernah menjadi menteri Jerman itu juga menolak trinitas Kristen. "Ia tidak menganggap Nabi Isa sebagai Tuhan," jelas pengajar Universitas Bonn, Jerman itu. Islam yang dikenal oleh Goethe, bukanlah Islam lahiriah ataupun dogmatis, kata Berthold, melainkan Islam yang lebih dalam, yakni Islam sufistik. Sebab, sejak mudanya, ia sudah akrab dengan

PBNU: NKRI Berdiri atas Dasar Ijtihad Ulama

Gambar
Abdul Muiz, NU Online | Kota Banjar, NU Online Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) H Marsudi Syuhud menjelaskan bahwa sebagai santri harus paham, bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdiri atas dasar ijtihad ulama. "Karya besar, pemikiran besar yang datangnya pemikiran besar ini hasil dari ijtihad bukan karena datang dari mabok, mimpi, atau khayalan tidak jelas," jelasnya. Hal itu disampaikan H Marsudi Syuhud pada acara Halaqah Kebangsaan yang diisi dengan membahas Buku Fikih Kebangsaan, Merajut Kebersamaan di tengah Kebhinekaan dalam rangka Memperingati Muharam 1440 Hijriyah sekaligus Haul Ke-21 Simbah KH Abdurrohim dan Harlah Ke-58 Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar Citangkolo (PPMAC) Kota Banjar, Ahad (23/9). Untuk itu, jelas Marsudi, dengan diadakannya halaqah kebangsaan ini santri dan peserta dapat memahami bahwa sebagai warga negara, harus mampu untuk selalu menjaga silaturahmi antar sesama. "Harus bisa menyatukan Jama'ah," ungkap

Paradoks Radikalisme

Gambar
REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Haedar Nashir Diksi radikal sangat populer di Indonesia, selain di mancanegera. Berbagai pihak menjadikan isu radikal dan radikalisme sebagai bahan diskusi, kajian, dan tentu saja penangkalan yang sifatnyaextraordinary alias gawat darurat. Sebagian malah menjadikannya lahan komoditas, proyek, dan politisasi yang seksi. Padahal, siapa pun yang terkena label radikal dan radikalisme sontak menjelma sebagai hantu yang menakutkan sekaligus menjadi musuh bersama dunia. Rujukan radikal di negeri ini tidak jarang dikonotasikan dengan radikalisme agama, lebih khusus radikal Islam. Tautan radikal Islam itu bahkan berindentik dengan ekstremis atau jihadis dan teroris, yang identifikasinya samar maupun terbuka sering atau pada umumnya tertuju pada golongan tertentu umat Islam. Sejumlah pihak boleh membantah secara verbal atas deskripsi radikal yang serba menjurus itu, tetapi diakui atau tidak tampak kuat konotasi dan identifikasinya radikalisme tertuju pada Islam dan umat

Wahabi Bukan Pengikut Salafus Shalih

Gambar
MusliModerat.Com - Amin ‘Aam (Sekretaris Umum) Darul Fatwa Australia Syekh Salim Alwan Al-Husaini menyatakan bahwa kelompok Wahabi Takfiri yang selama ini menamakan dirinya kaum salafi, pengikut para Salafus Shalih tetapi perilaku jauh dari ajaran para Salafus Shalih. Mereka bukan salaf, baik dari segi zaman maupun keyakinan. Hal ini disampaikan Syekh Salim sesaat sebelum memberikan ijazah sanad Kitab “Matan Fiqhul Akbar” karangan Imam Abu Hanifah (80-150 H), Jumat (26/2/2016) di lantai 5 Gedung PBNU Jakarta. Di hadapan ratusan kader NU yang memadati ruangan rapat lantai 5 untuk mendapatkan ijazah sanad kitab tersebut, Syekh Salim mengatakan bahwa kelompok wahabi juga telah menuduh Abu Hanifah sesat dan kafir. “Padahal sesungguhnya akidah Abu Hanifah tidak ada bedanya dengan ulama bermadzhab Asy’ari, karena Abu Hanifah sendiri mengikuti Imam Maturidi yang secara akidah adalah sama dengan Imam Abu Hasan Al-Asy’ari,” jelas Syekh Salim. Advertisement Mufti Australia yang mengaku banya

Ketidakadilan dan Kezaliman Bisa Lahirkan Radikalisme

Gambar
Kamis, 20 September 2018 | 22:49 WIB Dok SBBI Prof Dr KH Didin Hafidhuddin MS. Red: Andi Nur Aminah | Rep: Fuji E Permana REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) ke-18 merekomendasikan negara-negara Islam melakukan pendekatan ideologi dan program deradikalisasi. Tujuannya untuk menjauhkan radikalisme dari kalangan muda. Cendekiawan Muslim, Prof KH Didin Hafidhuddin berpandangan, wajar saja kalau ada pendakatan seperti itu. Mungkin mereka merasa khawatir terhadap pemahaman yang mengarah kepada radikalisme. "Tapi seharusnya pandangannya lebih objektif, apakah radikal itu muncul karena pemahaman atau karena unsur lain," kata Prof KH Didin kepada Republika.co.id, Kamis (20/9). Ia mengatakan, sebab ada faktor-faktor lain seperti ketidakadilan dan kezaliman yang bisa melahirkan radikalisme. Sebagai contoh, di Palestina terjadi kezaliman, maka timbulah gerakan-gerakan untuk melawan pihak yang zalim. Begitu pula dalam kehidupan masyar

Pemecah Belah Bangsa Harus Ditangani Secara Serius

Gambar
Seminar nasional di Pemkot Solo, Jateng Solo, NU Online Komandan Densus 99 Pimpinan Pusat GP Ansor Muhammad Nuruzzaman mengingatkan beberapa persoalan yang mengemuka di tengah-tengah masyarakat mesti ditangani secara serius. “Saat ini peta politik di Indonesia memang agak memanas, ada sejumlah persoalan yang mesti segera diselesaikan, di antaranya kemunculan pihak-pihak tertentu yang mempertanyakan konsensus kebangsaan, terutama terkait dengan dasar negara Pancasila dan konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” ungkapnya dalam seminar nasional Pemilu 2019, di Pendapa Balai Kota Surakarta, Jawa Tengah, Selasa (18/9). Pada acara seminar bertema Pemilu 2019, Merajut Kebhinekaan dalam Demokrasi itu Nuruzzaman mengatakan, jika hal tersebut tidak ditangani secara serius, diyakini akan menjadi sebab pemecah belah bangsa yang telah diperjuangkan para pendahulu tanpa membedakan latar masing-masing, baik agama, ras, suku, golongan dan lain-lain. Kepada NU Online, Rabu (19/9) Nuruzzama

Islam Agama Cinta dan Kasih Sayang Bukan Agama Radikal dan Kekerasa

Gambar
“Kita mempunyai beberapa ayat yang menjelaskan bahwa ISLAM harus disampaikan dengan benar, bukan pemaksaan. Hal ini membuktikan bahwa islam tidak menggunakan kekerasan terhadap seseorang dengan mengatakan, menerima islam atau mati”. Salah satu embrio konflik yang mengancam kehidupan beragama dan bermasyarakat adalah adanya teori keharusan dan paksaan dalam memilih suatu agama atau mazhab tertentu. Sebuah masyarakat mungkin saja bisa hidup damai berdampingan dengan menjaga konsep ajaran-ajaran agamanya dari beberapa pengikut agama dan golongan yang bermacam-macam. Adanya teori keharusan dan paksaan dalam suatu ajaran agama dapat mengancam keberagamaan dan toleransi terhadap golongan-golongan masyarakat tertentu. Karena ketika suatu agama solid dan kuat serta mempunyai faham dan konsepsi demikian, maka ia akan memaksa pengikut agama lainnya untuk meninggalkan keyakinan mereka. Hal ini tidak hanya mengancam problem kehidupan sosial pengikut agama-agama lainnya, bahkan mengancam nya

Memecah Belah Umat dan Perbedaan Pilihan Politik

Gambar
Oleh Al-Zastrouw Ngatawi Kalimat memecah belah umat ini begitu populer di kalangan masyarakat. Beberapa kelompok yang kontra sering menggunakan kalimat ini sebagai argumen retoris untuk melegitimasi tindakan dan melakukan penolakan terhadap yang lain. Apakah saat ini umat benar-benar pecah? Atau ini sekadar slogan retoris dan politis? Untuk menjawab berbagai pertanyaan di atas ada baiknya melihat arti kata "pecah" sebagai akar kata "perpecahan". Dalam KBBI kata "pecah" diantaranya bermakna: (1) terbelah menjadi beberapa bagian; (2) retak atau rekah; 3) bercerai berai atau tidak kompak lagi, dan beberapa arti lagi, namun tiga makna itulah yang relevan ketika digabungkan dengan kata umat. Jika dilihat dalam perspektif dan bingkai keislaman dan keindonesiaan, sebenarnya penggunaan kata "memecah belah umat" untuk mendiskripsikan suatu tindakan dan pilihan politik yang berbeda sebenarnya tidak tepat karena tidak sesuai dengan fakta. Jika kata &q

MAKNA NASIONALISME KIRAB SATU NEGERI

Gambar
Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) menggelar Kirab Satu Negeri bertajuk Bela Agama Bangsa Negeri pada 16 September-26 Oktober 2018. Kirab ini menjadi sebuah ekspresi GP Ansor dalam melakukan gerakan cinta agama dan cinta Indonesia. Gerakan cinta agama selalu dilakukan oleh GP Ansor dengan menebar agama ramah penuh cinta kasih. Sebuah kesadaran tentang keragaman agama di Indonesia, maka agama dijadikan sebagai alat pemersatu negeri. Agama Islam yang dijadikan pedoman spiritual GP Ansor lahir dari ajaran Ahlussunnah wal jamaah yang dijadikan marja’ diniyyah (landasan agama) Nahdlatul Ulama (NU). Semangat cinta Indonesia selalu dihadirkan oleh GP Ansor karena ini merupakan amanat umat beragama. Persatuan dan kesatuan Indonesia tidak akan lepas dari ideologi organisasi pemuda NU. Apalagi di saat Indonesia sedang dihadapkan dengan masuknya ideologi transnasional yang berpotensi merusak akar persatuan dan kesatuan bangsa. GP Ansor hadir menjadi garda depan kekuatan civil society untuk meneriak
Gambar
Cegah Radikalisme, Menteri Nasir Minta Akun Seluruh Mahasiswa Didata Rabu, 6 Juni 2018 | 17:23 WIB JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir mengatakan, pihaknya sudah meminta para rektor untuk mendata akun media sosial mahasiswa yang ada di perguruan tinggi tersebut. "Iya semuanya (nomor telepon seluler dan media sosial) akan didata. Nanti pada penerimaan mahasiswa baru, saya minta rektor untuk mencatat semua nomor ponsel dan akun media sosial mahasiswa baru," ujar Menteri Nasir di Jakarta, Rabu (6/6/2018), seperti dikutip Antara. Pendataan itu untuk memantau jejak digital mahasiswa tersebut di akun media sosialnya. Pihaknya bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan juga Badan Intelejen Negara (BIN) dalam pendataan itu. Selain itu, pihaknya juga meminta rektor untuk mendata pegawai, dosen maupun mahasiswa yang terpapar radikalisme. Sebelum diberikan tindakan lebih lanjut, oknum yang terpapar i

Arus Baru Ekonomi Indonesia Berdasar Sila Kelima Pancasila

Gambar
Arus Baru Ekonomi Indonesia Berdasar Sila Kelima PancasilaKonsolidasi Organisasi Menjelang Satu Abad NU di Pontianak, NU Online Dalam acara Konsolidasi Organisasi Menjelang Satu Abad Nahdlatul Ulama yang digelar di kota Pontianak Sabtu (15/9) malam ini, Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siroj menyatakan bahwa NU harus mengambil peran terdepan baik peran keagamaan (syuhudan diniyyan) maupun peran kebangsaan (syuhudan watahaniyyan). Di depan Pengurus Nahdlatul Ulama, Badan otonom, dan Lembaga baik tingkat wilayah dan cabang se-Kalimantan Barat, Kiai Said menjelaskan bahwa kader NU harus yakin NU adalah jamiyyah shahibul haq yang mampu menyelamatkan dan mengarahkan kehidupan bangsa dan negara yang mandiri. Konsolidasi organisasi yang diinisiasi oleh PBNU ini bertujuan untuk menata organisasi dari dalam serta mengatur kekuatan kultural yang potensinya sangat besar. Rekonsiliasi sosial yang selama ini dilakukan oleh para kiai pesantren harus semakin ditingkatkan mengingat perkembangan zama

Meneladani Kerukunan Kaum Anshar dan Muhajirin

Peristiwa hijrah yang dialami oleh Nabi Muhammad SAW merupakan suatu kejadian yang bisa dijadikan contoh bagi kita sebagai umatnya beliau, Nabi Muhammad SAW berani meninggalkan tanah kelahirannya yaitu Mekkah menuju ke Madinah demi keamanan beliau dalam menyiarkan agama Islam. Begitu juga dengan kita sebagai umatnya, semestinya kita bisa meninggalkan segala sesutu yang bisa menjadikan kita jauh dari Allah SWT. Dari peristiwa hijrahnya Nabi tersebut, terdapat manfaat yang bisa kita ambil dan dipelajari pada saat ini. Salah satunya ialah kerukunan dan keramahan yang tercipta dari kaum Anshar sebagai penduduk asli Madinah dengan kaum Muhajirin sebagai pendatang dari Mekkah. Dengan segala kebesaran hatinya, mereka kaum Anshar bisa dengan mudah menerima kedatangan kaum Muhajirin. Bahkan tanpa disangka, mereka seperti sudah menyiapkan kedatangan sang Rasul dengan pengikutnya dari Mekkah. Harus kita akui, jika penduduk Madinah tidak memiliki hati yang lapang, tentu mereka tidak serta merta

Indonesia Tingkatkan Kerja Sama Internasional dalam Penanggulangan Terorisme

Jakarta, NU Online Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melakukan kerja sama di bidang penanggulangan terorisme dengan Lembaga Kontra Terorisme Amerika Serikat. Kerja sama ini ditandai dengan penandatanganan Memorandung of Outstanding (MoU) antara Kepala BNPT Suhardi Alius dengan Counterterrorism Coordinator AS Nathan A Sales. Penandatanganan yang disepakati di Jakarta pada Jumat, (14/9) dilakukan untuk meningkatkan kerjasama antar kedua negara mengingat banyaknya warga AS yang melakukan travel baik ke Indonesia, maupun sebaliknya dari Indonesia ke AS. “Kami akan terus bertukar informasi dan berkomunikasi agar kedua negara bisa sama-sama mengantisipasi aksi terorisme,” ujar Suhardi Alius. Kerja sama ini selanjutnya diharapkan dapat meningkatkan keamanan di kedua negara. Ia meyakini, negara yang aman akan menigkatkan kondusivitas iklim ekonomi dan menarik perhatian investor dari luar negeri termasuk juga dalam sektor pariwisata. Kerja sama ini merupakan salah satu dari b
Seiring dengan perkembangan jaman, radikalisme tidak lagi menyasar kelompok dewasa. Namun radikalisme juga menyasar kalangan anak-anak. Dari pelaku kasus terorisme yang ditangkap telah menunjukkan bahwa usia mereka sudah semakin muda. Bahkan, dari 9 pelaku yang ditangkap di Poso beberapa saat lalu, dua diantaranya masih dibawah umur. Menurut catatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), jumlah peningkatan pelanggaran terhadap anak pada 2016 lalu mencapai 4.482 kasus. Dari jumlah tersebut, radikalisme menjadi salah satunya. Kemudian anak yang terpapar radikalisme juga meningkat 42 persen, dari 180 kasus menjadi 256 kasus. Hal ini tentu tidak bisa dilepaskan dari propaganda kelompok radikal melalui media massa. Berbagai aksi kekerasan yang diunggah di media sosial, tidak jarang melibatkan anak-anak. Bahkan, di Suriah, sempat beredar ana-anak yang diduga berasal dari Indonesia, sedang dilatih perang oleh militan ISIS. Fakta ini tentu sangat mengejutkan. Disisi lain, kelompok radika
Tamparan Keras Gus Muwafiq untuk Politisi yang Gunakan Shalat Subuh dan Jum’at untuk Syahwat Politik Tamparan Keras Gus Muwafiq untuk Politisi yang Gunakan Shalat Subuh dan Jum’at untuk Syahwat Politik Mereka gemar mempolitisasi masjid dan gunakan masjid hanya untuk menebar kebencian kepada pemimpin dan umat beragama lainnya. Gus Muwafiq mengatakan bahwa hanya orang-orang bodoh yang ingin menabrakkan (membenturkan) agama dengan negara. “Sholat Subuh jadi alasan untuk nabrak negara, sholat Jumat jadi alasan untuk nabrak negara, “ ujar Gus Muafiq Dia juga menanyakan apakah mereka sudah kehabisan akal, sehingga mereka tidak punya cari lain selain gunakan masjid untuk memuluskan syahwat politik mereka. “Kalian bisa berdemonstrasi, kalian bisa tunjukkan kekuatan, ribuan bahkan jutaan spanduk bisa kau bentangkan,” tegas Gus Muwafiq. Gus Muwafiq bahkan meminta mereka untuk belajar dari Timur Tengah dan Negara-negara yang lain yang terkena imbas dari politisasi agama. “Jika kalian tidak mau
Penjelasan Gus Nadir tentang Menguatnya Radikalisme Agama di Indonesia Penjelasan Gus Nadir tentang Menguatnya Radikalisme Agama di Indonesia Nadirsyah Hosen Rozali, NU Online | Selasa, 11 September 2018 09:25 Jakarta, NU Online Dalam diskusi ‘Forum Tashwirul Afkar’ yang bertajuk ‘Islam Agama Kemanusiaan’, di PBNU, Dosen Senior Monash University Melbourne Australia, Nadirsyah Hosen menjelaskan dua unsur yang memperngaruhi maraknya radikalisme di Indonesia. “Ada unsur global dan lokal yang mempengaruhi menghangatnya Islam radikal,” jelas Berbeda dengan radikalisme global, radikalisme lokal relatif dapat lebih mudah ditangani. Sementara radikalisme global cenderung lebih kompleks dan membutuhkan tenaga yang lebih besar untuk menyelesaikannya. Sebab jenis radikalisme ini berhubungan dengan banyak hal. Ia menyontohkan bagaimana radikalisme global lahir ketimpangan dan ketidakadilan dalam skala global, antara negara-negara berkembang dengan negara-negara maju. Dalam konteks negara-neg

Menangkal Radikalisme di Media Sosial

Image Ilustrasi - Teroris AKURAT.CO/Ryan AKURAT.CO, Sejumlah penelitian menunjukkan, terjadi perkembangan menghawatirkan dalam desseminasi paham radikal, termasuk aksi-aksi kekerasan berjubah agama. Di tahun 2017 misalnya, Wahid Institute melakukan survei terhadap 1.520 responden dengan metode multi stage random sampling. Berdasarkan survei tersebut, sebanyak 0,4 persen penduduk Indonesia pernah bertindak radikal. Sedangkan 7,7 persen mau bertindak radikal kalau memungkinkan. Kalau dari populasi berarti 600 ribu pernah bertindak radikal dan 11 juta orang mau bertindak radikal. Sama seperti penduduk Jakarta dan Bali. Menurut Direktur Wahid Institut Yenny Wahid, kesenjangan ekonomi dan ceramah sarat kebencian menjadi penyebab berkembangnya radikalisme di Indonesia. Sedangkan BNPTmencatat, sepanjang 2000 sampai 2017 sebanyak 16 anak dan remaja terlibat terorisme. Dari total 1.800-an pelaku terorisme di berbagai daerah. Penelitian Ma'arif Institut pernah menyebutkan guru, Kepala Seko
Gambar
Kisah Umat Hindu Mengurus Masjid Puluhan Tahun di India Penduduk desa Nanhera menyapu masjid. (Foto: India Times ) Khoiron,  NU Online  | Ahad, 09 September 2018 08:30 Muzaffarnagar,  NU Online Di tengah sejumlah cerita ketegangan antara komunitas Hindu dan Muslim di India, ada kisah harmoni di desa Nanhera, kota Muzaffarnagar, Uttar Pradesh, India. Sebuah masjid tua di kampung tersebut hingga kini terurus cukup baik di tengah-tengah komunitas Hindu. Seorang pemeluk Hindu, Ramveer Kashyap, rela merawat masjid berusia 120-an tahun itu selama puluhan tahun. Ia menjaga, membersihkan, menyalakan lilin di kala petang, juga memperbaiki bangunan bila ada bagian yang rusak. Keahlianya sebagai tukang batu bermanfaat ketika masjid butuh sedikit renovasi. Pria 59 tahun ini mengaku ikhlas melaksanakan semua ini sebagai tugas agama. "Iman saya mengajarkan saya untuk menaruh hormat terhadap semua tempat ibadah," kata Ramveer, seperti dilaporkan  India Time