Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2019

Benarkah Allah Menjanjikan Kembalinya Khilafah?

Gambar
Tafsir Surat an-Nur ayat 55 Belakangan ini kembali para pendukung khilafah mengelabui publik dengan mengklaim bahwa “Kembalinya khilafah sebagai wujud kekuasaan umat Islam merupakan janji Allah SWT dalam QS an-Nur ayat 55: وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا ۚ وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُو نَ "Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, s

Strategi TSM (Terstruktur, Sistematif, dan Masif) untuk Hancurkan Kelompok Radikal

Gambar
Era digital telah mentranformasi komunikasi umat dari lisan menjadi ketikan. Tidak hanya anak muda, semua lapisan baik tua maupun muda ikut terseret dalam arus digitalisasi. Dahulu pertengkaran hanya bisa terjadi jika kedua belah pihak bertemu dan bertatap muka. Namun kecanggihan teknologi ikut memperluas daerah pertarungan. Sehingga orang yang tidak saling kenal bisa saling hujat melalui media sosial. Dengan berkembangnya teknologi dan kemajuan komunikasi, orang dapat menyampaikan pendapat melalui ponsel pintar atau  smartphone . Manusia pun semakin dimudahkan dengan pengiriman informasi yang sangat cepat dengan biaya lumayan murah. Cukup satu klik saja, otomatis informasi sudah dapat dibagikan kepada semua orang yang dituju. Namun, ibarat api yang menyala, media sosial yang berfungsi sebagai penyampai informasi juga dapat diputarbalikkan fungsinya. Dahulu tindakan kriminal hanya bisa dilakukan secara langsung tanpa perantara, namun dengan kecanggihan media sosial, tindakan

Syariah Tak Pantas Menjadi Hukum Negara

Gambar
Ada jamaah yang kencang mengkampanyekan Indonesia bersyariah (VOA Islam, 20/2), Rizieq Shihab menyerukan NKRI Bersyariah (Tempo, 18/12), bahkan berbagai partai—yang enggan untuk disebutkan—menggunakan isu agama (bersyariah) untuk menarik simpati hati nurani rakyat. Naifnya, jargon bersyariah, dengna visi menerapkan hukum Islam sebagai satu-satunya hukum negara sama sekali tidak mendapat dukungan bahkan ditolak oleh ormas besar keagamaan—sebut saja NU dan Muhammadiyah—itu sendiri. Lebih tegas, kalangan ulama salaf yang benar-benar faham Agama serta ahli fikih, layaknya KH. Maimun Zubair menolak keras gerakan NKRI Bersyariah (Jawa Pos, 30/11). Bahkan Gerakan Pemuda Ansor sebbagai Ormas kepemudaan menolak menerapkan hukum Islam, fikih sebagai hukum positif negara Indonesia. Tentu ini adalah ironi yang kontroversi. Suatu kesalahfahaman umat Islam dalam memahami posisi dan fungsi utama syariah itu diajarkan dalam Islam. Dilihat dari sejarahnya, sesepuh pahlawan nasional layaknya KH

Perangkap Kelompok Radikal di Media Sosial

Gambar
Media sosial merupakan wilayah baru berkomunikasi dan berinteraksi langsung tanpa berjumpa. Sebagai tempat pertemuan, dunia maya haruslah dijaga keamanannya agar menjadi wahana pertemuan yang berkualitas. Karena menjadi wilayah yang menyenangkan, media sosial menjadi ruang publik yang digunakan hampir semua lapisan masyarakat. Media sosial menjadi idola baru untuk mencari beragam informasi dan komunikasi/berinteraksi. Namun, tidak jarang ditemukan pengunjung media sosial yang menyebarkan informasi yang berbau radikal dan mengancam kedaulatan bangsa. Hal ini semakin diperparah dengan lemahnya pengawasan masyarakat dalam dunia maya. Masyarakat seolah abai dengan keamanan media sosial yang menjadi wajah baru di era digital. Akibatnya  informasi radikal bebas berselancar di media sosial tanpa pengawasan yang ketat. Banyaknya akun palsu untuk melancarkan dakwah radikal yang mengusung ideologi khilafah menjadi wajah baru di media sosial. Akun ini dibuat dengan mudah tanpa melalui pr

Terorisme dan Lima Ide Berbahaya

Gambar
Khoiron,  NU Online  | Sabtu, 12 Mei 2018 10:30 Oleh M. Zidni Nafi' Kalau kita mengingat sejarah, sekian banyak konflik yang terjadi pada dasarnya tidak lepas dari faktor SARA (Suku, Agama, Ras dan Antargolongan) berbaur menjadi satu. Hal ini dikarenakan SARA termasuk aspek paling fundamental dalam diri manusia. Sehingga secara psikososial, kecenderungan identitas tersebut bersifat sensitif apabila diusik, yang berdampak erat pada perilaku serta interaksi sosial. Pembauran unsur SARA itu bisa diamati misalnya dari kasus-kasus konflik Pakistan-India, Israel-Palestina, Bosnia-Serbia, yang berbaur unsur antara agama dan antargolongan (nasionalisme). Pembantaian jutaan Yahudi oleh Nazi Hitler adalah kombinasi antara ras dan agama, senada juga dengan kasus pembantaian etnis Rohingya di Myanmar. Bahkan Perang Salib berlangsung hampir 200 tahun mengandung semua unsur SARA. Sekian konflik besar telah berlalu, namun kini justru malah berlanjut muncul fenomena global baru

Keterangan Al-Qur’an tentang Persaudaraan

Gambar
Fathoni,  NU Online  | Kamis, 20 Juni 2019 19:30 Beragamnya manusia dengan segala etnis, agama, bahasa, budaya, ras, dan golongan adalah realitas fakta kehidupan yang diciptakan Allah SWT.  Mafhum mukhalafah -nya, siapa saja yang memaksakan keseragaman identitas bisa dikatakan menentang kehendak Sang Pencipta. Karena dengan kekuasaannya, Allah bisa saja membuat manusia menjadi seragam. Perbedaan tersebut agar manusia saling mengenal dan menjalin persaudaraan. Pakar Tafsir Al-Qur'an, Muhammad Quraish Shihab dalam dalam  Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat  (2000) menegaskan, untuk memperkokoh ukhuwah atau persaudaraan antarsesama manusia, pertama kali Al-Qur’an menggarisbawahi bahwa perbedaan adalah hukum yang berlaku dalam kehidupan. Selain  perbedaan tersebut merupakan kehendak Ilahi, juga demi kelestarian hidup, sekaligus demi mencapai tujuan kehidupan makhluk di bumi. وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَٰكِنْ لِ

Menolak Ide Khilafah

Gambar
Oleh: Moh Mahfud MD "Buktikan bahwa sistem politik dan ketatanegaraan Islam itu tidak ada. Islam itu lengkap dan sempurna, semua diatur di dalamnya, termasuk khilafah sebagai sistem pemerintahan”. Pernyataan dengan nada agak marah itu diberondongkan kepada saya oleh seorang aktivis ormas Islam asal Blitar saat saya mengisi halaqah di dalam pertemuan Muhammadiyah se-Jawa Timur ketika saya masih menjadi ketua Mahkamah Konstitusi. Saat itu, teman saya, Prof Zainuri yang juga dosen di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, mengundang saya untuk menjadi narasumber dalam forum tersebut dan saya diminta berbicara seputar ”Konstitusi bagi Umat Islam Indonesia”. Pada saat itu saya mengatakan, umat Islam Indonesia harus menerima sistem politik dan ketatanegaraan Indonesia yang berdasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Sistem negara Pancasila yang berbasis pluralisme, Bhinneka Tunggal Ika, sudah kompatibel dengan realitas keberagaman dari bangsa Indonesia. Saya

Adakah Ciri-ciri Khawarij di Masyarakat Muslim Hari Ini?

Gambar
BincangSyariah.Com –  Para pemikir dari kalangan Islam moderat banyak yang menuding ideologi  Khawarij  (Khawarijisme) sebagai biang kerok pecahnya ukhuwah Islamiyah di kalangan umat Islam saat ini. Sebagai golongan, kaum Khawarij memang sudah lama lenyap namun sebagai sebuah gerakan pemikiran, Khawarij masih tetap hidup sampai sekarang. Khawarij memang tidak pernah masuk ke Indonesia karena keburu lenyap. Tetapi ideologi puritannya sering dijadikan inspirasi bagi sebagian ormas-ormas Islam di Indonesia. Kita boleh tidak setuju dengan asumsi demikian. Kita mungkin bisa mempertanyakan apakah betul semua mazhab di Indonesia tingkat fanatismenya dapat disamakan dengan Khawarij. Apakah betul fanatisme mazhab keagamaan ini sudah ada sejak lama atau hanya muncul menjelang Pilpres baru-baru ini? Tentu sebelum menjawab pertanyaan-pertanyaan ini kita harus lebih dulu mengetahui ciri-ciri Khawarij di masa lalu agar kita dapat membaca karakteristik pemikirannya di masa sekarang dan kita da

Ini Alasan Khilafah dan Pancasila Tak Perlu Dipertentangkan

Gambar
BincangSyariah.Com – Suara-suara yang ingin mengembalikan khilafah sebagai sistem yang harus dianut oleh negara Indonesia ini makin menunjukkan tajinya, apalagi menjelang Pilpres 2019 ini. dan menariknya, khilafah sering dibenturkan dengan Pancasila dan UUD 45 yang masing-masingnya dalam pandangan sebagian kalangan mewakili sistem Islam dan sistem kufur. Membenturkan khilafah dengan Pancasila di Indonesia oleh sebagian kelompok tertentu di kalangan umat Islam sebenarnya merupakan fenomena yang menarik dan unik yang perlu didiskusikan lebih jauh. Dan selama ini memang makna khilafah selalu dimonopoli oleh kelompok umat Islam tertentu seperti HTI dan beberapa ormas yang menginginkan didirikannya negara Islam di Indonesia, sehingga umat Islam yang lain yang berada di luar mereka juga menganggap khilafah ya seperti yang dipahami oleh HTI ini. Fenomena ini jelas merupakan bentuk mitologisasi makna khilafah. Padahal makna demikian sangatlah keliru. Khilafah seperti yang diprediksi

Relasi Ideologis Hukum Negara dan Hukum Islam di Indonesia

Gambar
Indonesia, dalam arti khusus, merupakan suatu iw2katan besar yang merangkul jutaan manusia dengan segala ketentuan hukum yang menyertainya. Setiap individu –tanpa terkecuali- wajib mennyerahkan diri sepenuhnya untuk mematuhi segala ketentuan yang telah ditancapkan di dalamnya. Akan tetapi di sisi lain, manusia yang tengah menjalani proses berhukum di Indonesia, “secara langsung” juga tengah menjalani proses berhukum dalam sudut yang berbeda, yaitu agama.  Ironisnya, masing-masing ikatan tersebut memiliki aturan dan ketentuan tersendiri yang keduanya harus dijalani oleh masyarakat Indonesia dalam waktu yang bersamaan. Keharusan untuk menjalankan dua ketentuan dalam satu waktu ini lah yang belakangan sering menjadi pemicu dari beberapa kekacauan dan konflik yang terjadi di Indonesia. Yaitu ketidakbijaksanaan sebagian individu atau golongan tertentu dalam menyikapi dua hal di atas. Mereka tidak mampu mengkrompromikan dua hal (yaitu hukum negara dan hukum agama), yang mestinya mampu