Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2019

Bila Tak Bertentangan dengan Syariat, Produk Undang-Undang Itu Syar'i

Gambar
Syaifullah,  NU Online  | Kamis, 28 Februari 2019 18:00 Kota Banjar, NU Online Perundang-undangan sebagai produk politik negara bangsa menjadi bahasan dalam bahtsul masail komisi maudluiyah pada Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) Nahdlatul Ulama. Rais Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Masdar Farid Masudi berpandangan bahwa jika produk tersebut tidak bertentangan dengan syariat, maka sudah syar'i. "Kalau kita ingin menguji peraturan hukum positif mulai dari undang-undang, peraturan daerah atau Perda dan lainnya. Adakah yang bertentangan dengan syariat? Kalau tidak ada yang bertentangan syariat, itu oke," kata Kiai Masdar di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar, Citangkolo, Kota Banjar, Jawa Barat, Kamis (28/2). Baik Undang-Undang, maupun Perda, kata Kiai Masdar, jika tidak bertentangan dengan syariat, itu maka sudah syar’i. "Saya kira itu akan lebih longgar. Perda dan UU bisa kita lihat dari itu," jelasnya.

APAKAH DEMOKRASI SEJALAN DENGAN ISLAM ?

Gambar
Ajaran tentang keadilan dalam Islam mendukung prinsip demokrasi Thaha Husein, pakar pembaru pemikiran Islam asal Mesir menjelaskan bahwa siapa saja yang berusaha mengajak umat Islam, khususnya orang-orang Mesir untuk kembali kepada sikap hidup yang berlaku di  zaman Fir’aun, di zaman Yunani-Romawi, atau di masa-masa permulaan Islam, akan dicemooh rakyat. Masyarakat termasuk kalangan konservatif dan mereka yang tidak senang dengan setiap usaha pembaruan ajaran Islam juga menilai bahwa kembali ke warisan kuno Islam adalah sikap yang keliru. Lebih jauh Thaha mengatakan: “Kita harus menyadari pula bahwa tanda tangan yang kita bubuhkan dalam naskah-naskah perjanjian internasional, yang dengannya kita memperoleh kemerdekaan, dan dengannya pula kita terhindar dari kekalahan, jelas mewajibkan kita untuk mengikuti jejak bangsa-bangsa Eropa dalam pemerintahan, ketatanegaraan, dan dalam hukumnya. Obsesi Thaha Husein untuk mengambil sistem pemerintahan demokrasi Barat didasarkan pada du

Pasar Gelap Ustadz

Gambar
Saya berkali-kali menyampaikan, hati-hati mencari ustadz. Jangan sembarangan mengundang orang untuk mengisi pengajian, memanggil dia ustadz, apalagi menyebutnya sebagai ulama. Saya perlu semakin serius mengingatkan hal ini. Karena semakin banyak orang-orang yang hanya bermodal bisa pidato, berbaju gamis, mengumpat sana-sini diundang kemana-mana, dipanggil ustadz. Hafal satu dua ayat al-Quran dan hadis cukup menjadi modal. Pasar gelap ustadz ini biasanya dihuni dua kelompok besar. Pertama, para muallaf. Beberapa muallaf, meskipun tidak punya ilmu keislaman yang cukup, tiba-tiba dia menjadi ustaz karena modal bisa pidato. Yang paling banyak diceramahkan biasanya menjelek-jelekkan keyakinan lamanya. Dia ingin menunjukkan sekarang sudah mendapat “hidayah”. Tak lupa, biasanya juga menebar ketakutan, bahwa agama lamanya itu menjadi ancaman terhadap Islam. Kalau melihat orang seperti ini, saya sering jengkel sendiri, membayangkan kalau ada orang keluar dari Islam kemudian menjelek-jele

MEMBAJAK AYAT DEMI KEPENTINGAN SESAAT

Gambar
Na shr Hamid Abu Zaid, menyatakan bahwa al-Quran adalah musfah yang tidak dapat berbicara. Artinya, al-Quran tak bisa menghasilkan hukum sendiri. Perlu adanya suatu yang bisa menggali maknanya darinya. Dalam posisi inilah manusia, sebagai makhluk yang diberi akal, menjadi makhluk Allah yang sanggup melakukan penafsiran dan menemukan makna yang dikehendaki al-Quran. Dari sinilah yang, kemudian, umat Islam berbondong-bondong menjadikan al-Quran sebagai rujukan dan posisi sentral berkeagamaan. Masih menurut Nashr, pembacaan terhadap al-Quran tidak lepas dari subyektifitas seorang pembaca/penafsir. Alasan inilah yang menyebabkan munculnya tafsir-tafsir yang bernuansa kepentingan sesaat. Hajat sesaat. Dan nafsu kurafat. Azyumardi Azra memberikan satu hal yang membuat tafsir atas al-Quran hanya diniatkan untuk kepentingan sesaat, yaitu untuk kepentingan politik. Potensi terjadinya penyelewengan al-Quran atas dasar politik yang kotor ini sudah dimulai sejak masa Khalifah Ali bin A

Pegiat mahasiswa Muslim: Sistem kekhalifahan? No! Pancasila? Yes!

Gambar
Hak atas foto AFP Image caption Seorang pemuda Muslim tengah membaca kita suci Al-Quran di sebuah masjid. Walaupun terpecah secara politik, pegiat mahasiswa yang berlatar keislaman di Indonesia berada di jalur yang sama saat menghadapi gerakan radikal transnasional. Apa perekatnya? Muhammad Nur Azami, mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, bersama teman-temannya, tengah menyiapkan diskusi tentang sosok Pramoedya Ananta Toer, akhir April lalu. Saya temui di sebuah taman di kampus Ciputat, mereka membagi undangan dan brosur dengan gambar sastrawan Pramudya - tokoh Lembaga Kebudayaan Rakyat, Lekra, yang berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia. "Tidak menjadi soal dan tabu membaca karya-karya Pram," seru Azami. Mulai kuliah empat tahun lalu, mahasiswa jurusan sejarah kebudayaan Islam ini - dan generasi seangkatannya - tumbuh dalam atmosfir kebebasan usai rezim otoriter Suharto runtuh. Secara budaya dibesarkan dalam tradisi Nahdlatul Ul

Inilah Dakwah Seperti Dicontohkan Rasulullah

Gambar
Dakwah berasal dari bahasa Arab, yang berarti seruan, panggilan atau ajakan. Setiap muslim ditugaskan untuk berdakwah. Karena Islam adalah agama dakwah. Sehingga setiap muslim memiliki tugas untuk berdakwah di tengah-tengah masyarakat. Bahkan dijelaskan dalam Al Quran surat Ali Imron ayat 104 tentang kewajiban dakwah bagi setiap muslim, seperti Allah SWT memerintahkan umat islam untuk menyeru kepada kebaikan dan mencegah kepada keburukan. Namun, dalam penyampaiannya, ada aturan-aturan yang berkaitan dengan dakwah ini. Dalam berdakwah tentu harus bersikap ramah, bijaksana, dan tidak cepat marah serta bersikap lembut dan berakhlak baik. Rasulullah memberikan tuntunan kepada kita, salah satunya adalah dalam sebuah riwayat dari Imam Bukhari dari Aisyah RA. Rasulullah bersabda,  “Sesungguhnya tidaklah lemah lembut itu ada pada sesuatu, melainkan ia akan menghiasinya (dengan kebaikan itu). Sebaliknya, jika lemah lembut itu dicabut darinya, maka ia menjadi buruk,”  ( HR. Bukhari).