Skema Melawan Radikalisme


A. Helmy Faishal Zaini
Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
Miris sekali menyaksikan penangkapan Agus Wiguna pada awal Juli lalu. Pemuda asal Buahbatu, Bandung, itu terlibat dalam jaringan terorisme. Berdasarkan laporan Kepolisian RI, pemuda 21 tahun tersebut mempelajari cara merakit bom panci dari jejaring Internet, termasuk media sosial. Ini persoalan yang sangat serius. Banyak pemuda, atau bahkan mereka yang masih belia, terpapar virus radikalisme.
Setidaknya ada tiga langkah yang bisa diupayakan dalam mencegah hal ini terjadi. Pertama, revitalisasi penanaman nilai-nilai Pancasila dan nasionalisme. Ini sangat penting mengingat gerakan radikalisme itu salah satunya bersumber dari lemahnya penghayatan, pemahaman, dan kecintaan terhadap nilai-nilai Pancasila, sehingga menyebabkan jiwa seseorang mengalami kemarau nasionalisme.
Merujuk pada Stanley Benn (1967) dalam artikel "Nationalism" di jurnal The Encyclopedia of Philosophy, setidaknya ada lima indikasi yang merupakan "suprastruktur" bangunan dan pengejawantahan nasionalisme. Indikasi pertama adalah semangat ketaatan dan jiwa patriotisme terhadap bangsa. Lalu kecenderungan mengutamakan kepentingan bangsa sendiri jika dibenturkan pada kepentingan bangsa lain. Kemudian sikap pentingnya penonjolan ciri khusus bangsa dan memandang perlunya kebudayaan bangsa dipertahankan. Terakhir, pandangan bahwa umat manusia secara alami terbagi-bagi menjadi pelbagai bangsa, tapi ada kriteria yang jelas untuk mengenali suatu bangsa beserta para anggota bangsa itu.
. Helmy Faishal Zaini
Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
Miris sekali menyaksikan penangkapan Agus Wiguna pada awal Juli lalu. Pemuda asal Buahbatu, Bandung, itu terlibat dalam jaringan terorisme. Berdasarkan laporan Kepolisian RI, pemuda 21 tahun tersebut mempelajari cara merakit bom panci dari jejaring Internet, termasuk media sosial. Ini persoalan yang sangat serius. Banyak pemuda, atau bahkan mereka yang masih belia, terpapar virus radikalisme.
Setidaknya ada tiga langkah yang bisa diupayakan dalam mencegah hal ini terjadi. Pertama, revitalisasi penanaman nilai-nilai Pancasila dan nasionalisme. Ini sangat penting mengingat gerakan radikalisme itu salah satunya bersumber dari lemahnya penghayatan, pemahaman, dan kecintaan terhadap nilai-nilai Pancasila, sehingga menyebabkan jiwa seseorang mengalami kemarau nasionalisme.
Merujuk pada Stanley Benn (1967) dalam artikel "Nationalism" di jurnal The Encyclopedia of Philosophy, setidaknya ada lima indikasi yang merupakan "suprastruktur" bangunan dan pengejawantahan nasionalisme. Indikasi pertama adalah semangat ketaatan dan jiwa patriotisme terhadap bangsa. Lalu kecenderungan mengutamakan kepentingan bangsa sendiri jika dibenturkan pada kepentingan bangsa lain. Kemudian sikap pentingnya penonjolan ciri khusus bangsa dan memandang perlunya kebudayaan bangsa dipertahankan. Terakhir, pandangan bahwa umat manusia secara alami terbagi-bagi menjadi pelbagai bangsa, tapi ada kriteria yang jelas untuk mengenali suatu bangsa beserta para anggota bangsa itu.
Kedua, pemerintah harus melakukan program kontra-radikalisme. Secara filosofis, program ini tidak semakna dengan program deradikalisasi yang sedang marak-maraknya digaungkan pemerintah. Keduanya memiliki perbedaan yang sangat mendasar.
Jika deradikalisasi dimaknai sebagai program yang bertujuan melunakkan radikalisme narapidana, kontra-radikalisme adalah sederet program dan gerakan yang menyentuh segenap lapisan yang sudah terbukti bergabung dan pernah melakukan tindak terorisme maupun yang belum. Kontra berarti perlawanan, dan perlawanan paling efektif adalah melalui pendidikan dan penanaman pemahaman akan bahaya sikap dan gerakan radikalisme tersebut. Kuncinya ada di pendidikan. Mengutip Malala Yousfazai (2015), dengan senjata Anda dapat membunuh teroris, dengan pendidikan Anda dapat membunuh terorisme.
Ketiga, pemerintah harus lebih serius menggandeng organisasi kemasyarakatan yang berpaham moderat untuk membantu melunakkan paham radikalisme yang menjangkiti aparatur sipil negara. Misalnya, dengan merekrut khatib atau dai-dai yang santun dan kompeten dari organisasi seperti NU dan Muhammadiyah untuk mengisi pengajian, taklim, dan khotbah Jumat di kantor-kantor pemerintah. Dibutuhkan kerja sama pelbagai pihak untuk menghalau radikalisme yang kian hari kian meluas dan meresahkan ini.
#muslimsejati.
#muslimcintadamai.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makna Toleransi dalam Islam Terhadap Bangsa Indonesia yang Majemuk

Ekstremis Perempuan Ciptakan Tantangan Tersendiri

Hadang Radikalisme, LDNU Jember Gelar Silaturahim Lintas Masjid