Trilogi Jihad Zaman Now



Bulan suci Ramadhan merupakan salah satu bulan yang senantiasa ditunggu-tunggu oleh umat Islam. Sambutan sukacita dilakukan akan datangnya bulan yang penuh ampunan dengan berbagai macam cara. Ada yang dengan pawai di jalan-jalan protokol, ada yang menyambutnya dengan membersihkan tempat ibadah dan lingkungan sekitar, serta masih banyak lagi cara. Semua itu dilakukan dengan antusiasme tinggi oleh masyarakat yang didasarkan pada kebersamaan dan kesadaran bersama.

Sayangnya, uforia menyambut datangnya bulan suci Ramadan juga dibarengi dengan dukacita dari saudara-saudara kita yaitu umat Nasrani yang mengalami musibah akibat serangan berupa peledakan bom oleh oknum tidak bertanggung jawab di berberapa daerah di Indonesia. Serangan tersebut terjadi saat mereka sedang melaksanakan sembahyang di tempat ibadah.

Penyerang berdalih bahwa apa yang mereka lakukan adalah perintah agama dan merupakan salah satu cara untuk berjuang di jalan Allah. Hal ini secara fundamental terjadi akibat dotrin-doktrin, dalil-dalil agama yang disampaikan oleh orang yang mereka yakini juga memiliki visi-misi yang sama yaitu berjuang membela agama Islam atau yang lebih popular dengan sebutan jihad.

Sebanarnya tepatkah tindakan tersebut disebut jihad? Secara sederhana dapat kita pahami, jihad sebagai suatu bentuk perjuangan yang dilakukan semata-mata untuk agama-Nya. Dalam pengertiannya, jihad memiliki makna yang beragam. Bonney (dalam Zulkifli Mubarak 2012), dalam tradisi Islam, jihad memiliki makna beragam. Namun, secara garis besar jihad dibagi menjadi dua konsep. Pertama, konsep moral, diartikan sebagai perjuangan kaum Islami melawan hawa nafsu atau perjuangan melawan diri sendiri (jihad al-nafs), yang disebut jihad al-akbar. Kedua, konsep politik, diartikan sebagai konsep 'perang yang adil', jihad al-asghar.

Memang tidak dapat dibantah bahwa jihad juga diartikan sama dengan perang yang secara kontemporer dilakukan dengan teror dalam bentuk bom bunuh diri seperti yang terjadi di berbagai daerah belakangan ini.

Di era modern seperti sekarang ini jihad bukan lagi mengangkat senjata atau menebar teror, karena jihad seperti itu sudah tidak relevan lagi dengan kondisi yang ada. Di era modern ini orang sudah tidak lagi berpikir untuk berjihad seperti zaman Rasul yang berperang melawan musuh dengan segenap persenjataan dan siap untuk mati. Orang sudah tidak lagi bersikap feodal, namun sebaliknya, mereka lebih terbuka terhadap berbagai perkembangan dan kemajuan yang terjadi secara simultan.

Ada sebuah dalil dalam agama Islam yang menyatakan bahwa menuntut ilmu adalah bagian dari berjihad. Mungkin dalil inilah yang kita cari dan relevan dengan kondisi sosial yang semakin maju meninggalkan cara-cara konvensional dalam aktivitas sehari-hari. Untuk berbicara dengan orang lain atau saudara kita yang jaraknya jauh cukup hanya mengunakan perangkat elektronik (handphone) dan internet.

Dengan mudahnya hal tersebut dilakukan karena akibat yang ditimbulkan dari dikuasainya ilmu pengetahuan dan teknologi.Jihad untuk menandingi atau bahkan mengalahkan ilmu pengetahun yang dimiliki oleh negara-negara maju dunia inilah yang merupakan refleksi jihad di era modern seperti sekarang.

Di Indonesia, umat Islam masih disibukkan dengan perkara-perkara yang bersifat turun temurun atau bisa dikatakan tidak akan selesai sampai hari akhir nanti. Umat islam di Indonesia masih saja sibuk mengurusi celana cingkrang, jenggot, sorban, dan masih banyak lagi. Sedangkan bangsa Barat sudah sibuk menerawang bulan, membuat apartemen di mars. Cara berpikir seperti inilah, etos berjihad menuntut ilmu dan menguasai teknologi yang kita tidak miliki seperti bangsa-bangsa Barat.

Selanjutnya yaitu jihad ekonomi. Penulis terinspirasi dari buku Rahimi Sabiri yang menceritakan tentang 'jihad modern'. Jihad ekonomi menurut hemat penulis dapat dipahami sebagai upaya pemenuhan terhadap kebutuhan masyarakat secara komprehensif, meningkatkan taraf hidup masyarakat, dan meningkatkan perekonomian nasional. Inilah yang dinamakan jihad di era modern.

Terakhir adalah jihad mental dan spiritual, yaitu jihad yang dapat kita pahami sebagai perbaikan dan mengkonstruksi integritas diri dan keimanan yang secara khaffahdiimplementasikan dengan toleransi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam pidatonya pada 17 Agustus 1956, Soekarno mengatakan, "Revolusi mental adalah suatu gerakan untuk menggembleng manusia Indonesia agar menjadi manusia baru yang berhati putih, berkemauan baja, bersemangat elang rajawali, dan berjiwa api yang menyala-nyala.”
Untuk itu, perlu  kiranya menata ulang mindset kita dalam berjihad di era modern. Jihad bukan lagi mengangkat senjata, perang, dan melakukan teror. Tetapi, menciptakan kedamaian, kemakmuran, dan kesejahteraan serta meningkatkan perekonomian secara global. Itulah jihad sesungguhnya bagi umat Islam. Trilogi jihad yang dipaparkan oleh penulis di atas, kiranya sebagai refleksi untuk umat Islam nusantara, sekaligus autokritik atas pendiskreditan terhadap bangsa Indonesia oleh bangsa lain terkhusus umat Islam.

Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Administrasi Publik Universitas Lampung, bergiat di PMII

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makna Toleransi dalam Islam Terhadap Bangsa Indonesia yang Majemuk

Ekstremis Perempuan Ciptakan Tantangan Tersendiri

Hadang Radikalisme, LDNU Jember Gelar Silaturahim Lintas Masjid