Penjelasan Gus Nadir tentang Menguatnya Radikalisme Agama di Indonesia
Penjelasan Gus Nadir tentang Menguatnya Radikalisme Agama di Indonesia Nadirsyah Hosen
Rozali, NU Online | Selasa, 11 September 2018 09:25
Jakarta, NU Online
Dalam diskusi ‘Forum Tashwirul Afkar’ yang bertajuk ‘Islam Agama Kemanusiaan’, di PBNU, Dosen Senior Monash University Melbourne Australia, Nadirsyah Hosen menjelaskan dua unsur yang memperngaruhi maraknya radikalisme di Indonesia.
“Ada unsur global dan lokal yang mempengaruhi menghangatnya Islam radikal,” jelas
Berbeda dengan radikalisme global, radikalisme lokal relatif dapat lebih mudah ditangani. Sementara radikalisme global cenderung lebih kompleks dan membutuhkan tenaga yang lebih besar untuk menyelesaikannya. Sebab jenis radikalisme ini berhubungan dengan banyak hal.
Ia menyontohkan bagaimana radikalisme global lahir ketimpangan dan ketidakadilan dalam skala global, antara negara-negara berkembang dengan negara-negara maju.
Dalam konteks negara-negara di Timur Tengah, ketidakadilan sosial semacam ini melahirkan narasi seperti ‘Islam dulu jaya, sekarang berantakan’. Narasi tersebut kemudian melahirkan gerakan dalam yang berskala global pula.
“Maka muncullah gerakan yang juga bersifat global seperti gerakan Salafi, Ikhwanul Muslimin, termasuk gerakan Hizbut Tahrir, di mana mereka merasa bahwa ketidakadilan global ini juga harus dilawan dengan gerakan global,” kata Nadirsyah.
Semangat ini kemudian menjelma menjadi gerakan global yang juga mempengaruhi meningkatnya suhu radikalisme di Indonesia.
Radikalisme jenis ini, lanjutnya, tidak dapat dihadapi sendirian tanpa kerja sama yang baik dalam level global. Masalah semacam ini mestinya diselesaikan dengan bekerja sama dengan kelompok dan negara-negara lain.
“(Sebab) Radikalisme global ini seringkali kemudian di luar kapasitas kita sendiri,” kata Gus Nadir.(Ahmad Rozali)
Sumber :http://www.nu.or.id/post/read/95520/penjelasan-gus-nadir-tentang-menguatnya-radikalisme-agama-di-indonesia-
#muslimsejati
Ekstremis Perempuan Ciptakan Tantangan Tersendiri
Insiden Bom Sibolga pada Maret 2019, Bom Surabaya Mei 2018, dan serangkaian insiden teror lain di Indonesia melibatkan perempuan sebagai pelaku utama. Mereka tak lagi jadi pemain pasif, pendukung suaminya, tapi ikut aktif melakukan amaliyah. Bahkan pada beberapa kasus sampai mengorbankan nyawa plus membawa anaknya. Bom Sibolga dan Surabaya salah satu kasusnya. Lantas apakah “kenekatan” mereka hanya itu? Tentu tidak. Coba saja lihat pada rentetan insiden Mako Brimob Kelapa Dua Depok awal Mei 2018 – sebelum insiden Surabaya – di insiden itu turut ditangkap 2 perempuan yang membawa senjata tajam berupa gunting untuk menyerang polisi. Insiden di Pandeglang Banten, tepatnya di Alun-Alun Menes pada Oktober 2019 lalu juga melibatkan perempuan sebagai eksekutor serangan. Ketika itu Wiranto (saat itu menjabat Menko Polhukam) jadi sasarannya. Pertanyaan yang sama, apakah hanya itu? Ternyata jawabannya tidak. Pada 2016 lalu ada penangkapan eks Buruh Migran Indonesia (BMI) ...
Komentar
Posting Komentar